Legenda Asal Mula Hantuen – Hantu Khas Dayak (Kalimantan Tengah)
Hantuen adalah hantu jadi-jadian berasal dari manusia yang masih hidup. Jadi, hantuen adalah manusia yang mempunyai kemampuan gaib untuk mengubah dirinya menjadi hantu jadi-jadian. Makhluk tersebut sangat ditakuti oleh penduduk daerah aliran Sungai Kahayan seperti Orang Dayak Ngaju dan Ot Danum.
Menurut kepercayaan setempat, hantuen dapat
melepaskan kepala dari tubuhnya. Kemudian, ia akan mencari orang yang tengah
melahirkan untuk menghisap darahnya dan darah bayi yang baru dilahirkan. Semua
itu sebenarnya dilakukan di luar keinginannya. Kisah ini hampir mirip dengan Hantu
Leak yang berasal dari Bali.
Dahulu kala di Baras Semayang, hiduplah
sebuah keluarga yang mempunyai seorang anak gadis bernama Tapih. Tapih merupakan
seorang anak gadis yang cantik sekali. Kulitnya berwarna putih
kekuning-kuningan dan rambutnya yang panjang berwarna hitam pekat.
Pekerjaan orang tua Tapih adalah pembuat
keranjang dari rotan dan ahli membuat topi tanggul dareh (topi yang tepinya lebar).
Di Kalimantan Tengah, topi tersebut khusus dipergunakan pada waktu orang
mengadakan upacara lingkaran hidup, seperti pada waktu mengadakan upacara
memandikan anak untuk pertama kali di sungai.
Pada suatu ketika saat Tapih sedang mandi
di sungai, tiba-tiba topinya dihempaskan angin kencang dan jatuh di sungai. Topi
itu kemudian terbawa arus sungai yang cukup deras. Karena topi itu dianggap
bukan sembarang topi, Tapih yang ditemani oleh orang tuanya menyusuri setiap
desa yang terletak di sepanjang Sungai Rungan untuk mencarinya.
Ditanyainya setiap orang desa yang ditemui,
tapi mereka tak ada yang mengetahuinya. Akhirnya, Tapih dan orang tuanya tiba di
desa Sepang Simin, dan mereka menemukan kembali topi itu. Topi tersebut telah
dipungut oleh seorang pemuda yang bernama Antang Taung.
Sebagai tanda terima kasih, orang tua Tapih
menghadiahi pemuda itu dengan sekantong emas. Namun, Antang Taung menolaknya.
Sebagai gantinya, ia meminta Tapih untuk dijadikan istrinya. Permintaan itu
disetujui oleh orang tua Tapih dengan senang hati.
Tak beberapa lama kemudian Antang Taung dan
Tapih dinikahkan di Desa Baras Semayang. Menurut adat setempat, sepasang
mempelai baru harus berdiam di rumah kedua orang tua masing-masing secara
bergiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi adat ini, karena di antara
kedua desa mereka ada hutan yang lebat sekali.
Tak beberapa lama kemudian, Antang Taung
dan Tapih dinikahkan di Desa Baras Semayang. Menurut adat setempat, sepasang
mempelai baru harus berdiam di rumah kedua orang tua masing-masing secara
bergiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi adat ini, karena diantara
kedua desa mereka ada hutan yang lebat sekali.
Untuk memecahkan masalah itu, diputuskan
membuat jalan yang dapat menghubungkan kedua desa mereka tanpa melalui hutan
tersebut. Untuk keperluan tenaga kerja, mereka menggunakan para budak atau kuli
dari desa masing-masing untuk membangun akses jalan. Menurut penduduk setempat,
jalan itu sampai kini masih ada dan bernama Jalan Langkuas.
Pembuat jalan dimulai dari Baras Semanyang.
Pekerjaan mereka mula-mula mengalami gangguan makhluk gaib. Setiap kali para
pekerja pulang, gubuk tempat istirahat mereka selalu dimasuki orang asing dan
bekal makanan mereka telah habis dicuri.
Hingga suatu hari, mereka menemukan akal.
Mereka sepakat untuk berbuat seolah-olah meninggalkan gubuk saat bekerja,
tetapi sebenarnya mereka bersembunyi di balik semak yang tak jauh dari tempat
itu. Dari tempat persembunyian, tiba-tiba mereka melihat seekor Binatang Angkes
(sejenis landak) menaiki tangga gubuk.
Setiap masuk ke dalam, binatang itu
menggoyang-goyangkan tubuhnya, dan secara ajaib berubah menjadi seorang pemuda
yang tampan.
Melihat hal itu, para pekerja itu segera
meringkusnya. Pemuda jadi-jadian itu berhasil ditangkapnya, ia minta ampun agar
dilepaskan dan berjanji akan membantu para pekerja itu untuk membuat jalan. Akhirnya,
permintaan itu diluluskan oleh mereka.
Aneh bin ajaib, pemuda jelmaan binatang
angkes dapat menyelesaikan pembuatan jalan yang cukup panjang itu hanya dalam
waktu tiga hari saja.
Mengetahui akan hal itu, Tapih dan Antang
Taung sangat mengagumi kesaktian pemuda jadi-jadian itu dan mereka mengambilnya
sebagai anak angkat.
Kini dengan adanya jalan itu, kedua suami-istri
itu dapat mondar-mandir ke desa masing-masing dengan mudah sekali tanpa harus
melewati jalan hutan yang cukup lebat itu.
Beberapa waktu kemudian, Tapih sedang mengandung.
Saat itu, mereka berada di desa Sepang Simin. Calon ibu muda itu mengidam ingin
makan ikan kali, maka Antang Taung segera pergi ke sungai untuk menangkap ikan.
Saat itu, ia mendapat hasil tangkapan yang cukup lumayan.
Namun, ketika ia akan mendarat ke desa dengan
biduknya, tiba-tiba turun hujan besar. Dengan tergesa-gesa, ia lari pulang dan
tanpa ia sengaja telah meninggalkan seekor ikan tomang di dalam perahunya.
Keesokan harinya, ketika ia kembali ke
perahu untuk mengambilnya ternyata ikan itu telah lenyap. Sebagai gantinya, di tempat
itu terbaring seorang bayi perempuan yang sangat mungil dan akhirnya anak itu
kemudian dibawa pulang oleh Antang Taung.
Dan, anak itu kemudian oleh mereka dipungut
menjadi anak angkat.
Anehnya, bayi perempuan temuan mereka itu
tumbuh dengan cepatnya. Dalam waktu beberapa bulan saja, ia sudah menjadi
seorang gadis dewasa yang sangat cantik dan molek. Gadis jelmaan ikan tomang
itu kemudian jatuh cinta pada pemuda jelmaan binatang angkes dan keduanya
kemudian dikawinkan sehingga menjadi suami istri yang bahagia.
Tak lama kemudian, mereka melahirkan
seorang anak laki- laki. Akan tetapi malang, anak itu mati tak lama setelah
lahir. Betapa sedih kedua manusia jelmaan binatang itu atas kehilangan anaknya.
Dan kesedihan lain pun muncul, beberapa
hari kemudian saudara laki-laki angkat mereka yakni putera Tapih dan Antang Taung
juga meninggal. Menurut adat setempat, orang yang telah meninggal harus
dilakukan dua kali upacara kematian, sebelum arwahnya dapat menuju ke Lewu Tatau
(Sorga Orang Dayak Ngaju).
Pada upacara pertama jenazahnya
dikebumikan, dan pada upacara kedua jenazah yang tinggal tulang belulang itu
dibakar. Pada upacara kedua yang paling penting, karena membebaskan roh
seseorang dari badan kasarnya untuk selama-lamanya. Sifat upacara ini mewah
sekali dan disebut dengan nama Tiwah.
Ketika mendengar bahwa saudara angkatnya
hendak ditiwahkan, suami istri jelmaan itu ingin juga agar anaknya yang telah meninggal
dibakar dalam upacara besar itu. Niat itu sangat ditentang oleh Tapih dan
Antang Taung, tapi mereka berdua tak menghiraukan dan bersikukuh dengan niatnya
itu.
Dan sesuatu yang menghebohkan terjadi,
karena ketika jenazah anak suami-istri manusia jadi-jadian digali dari
kuburnya, ternyata yang tinggal bukan tulang belulang manusia melainkan tulang
belulang binatang landak dan ikan.
Kejadian itu membuat malu besar kedua suami-istri
asal binatang itu di hadapan banyak orang, sehingga mereka akhirnya menyingkir
dari Desa Sepang Simin. Selanjutnya, mereka membangun sebuah desa yang jauh di
tengah-tengah hutan belantara.
Di desa dalam hutan itu, mereka berdua kemudian
berkembang biak menjadi suatu keluarga besar dan anak keturunannya kemudian
terkenal dengan nama Hantuen. Konon, anggota manusia jadi-jadian ini
meninggalkan desanya dan memasuki desa-desa manusia, lalu berbaur dengan
penduduknya.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat,
orang hantuen yang asli sudah tak ada. Yang ada hanyalah keturunannya yang sudah
kawin dengan manusia biasa.
Masyarakat Kalimantan Tengah mempercayai,
orang yang mempunyai darah hantuen akan memiliki kemampuan gaib untuk mengubah
diri menjadi hantu jadi-jadian yang disebut hantuen.
Pada siang hari, mereka menjadi manusia
biasa tetapi pada malam hari, mereka akan mengubah dirinya menjadi hantu tanpa tubuh
yang kegemarannya menghisap darah anak yang baru lahir serta darah ibu anak
itu. Kabarnya, semua itu dilakukan di luar keinginannya.
Demikianlah cerita penduduk di daerah aliran
Sungai Kahayan dianggap legenda yang benar-benar pernah terjadi. Untuk
memperkuat kebenaran legenda itu, mereka dapat menunjukkan jalan yang dibuat
oleh pemuda jelmaan dari binatang angkes itu yang bernama Langkuas, yang
terletak di antara Desa Baras Semanyang dan Sepang Simin.
Semoga cerita rakyat di atas bisa membantu kamu terkait hikmah pelajaran yang bisa kamu petik, dan dapat menambah wawasan pengetahuan yang memenuhi asupanmu. Jika ada pertanyaan, silahkan ditulis pada kolom komentar dibawah ini.