Kisah Putri Lindung Bulan dan Rambun Pamenan – Legenda Aceh
Dahulu kala, ada seorang gadis cantik
jelita yang bernama Lindung Bulan. Banyak pemuda dan para pangeran ingin mempersuntingnya.
Namun, dari sekian banyak pemuda dan pangeran yang melamarnya hanya seorang
pemuda sederhana yang diterima oleh Lindung Bulan.
Begitulah, Lindung Bulan begitu sangat
mencintai suaminya karena suaminya ini berbudi pekerti yang baik dan akhlaknya juga
terpuji. Dari perkawinan itu, mereka dikaruniai 2 orang anak. Seorang anak
lelaki dan perempuan. Namanya Rambun Pamenan dan Reno Pinang.
Walaupun tinggal di pedesaan yang sangat bersahaja,
namun keluarga itu hidup tenang dan sangat berbahagia. Sayang sekali,
kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Ketika Rambun dan Reno masih kecil,
ayah mereka meninggal. Tentu saja, keluarga itu sangat berduka atas kehilangan
sosok ayah yang disayangi itu.
Hanya beberapa bulan setelah kematian suaminya,
sudah banyak orang yang ingin melamar Ibu Lindung Bulan. Memang, walaupun sudah
beranak dua wajahnya Lindung Bulan masih terlihat sangat cantik, kecantikannya
seolah-olah tak pernah pudar oleh usianya yang semakin bertambah.
Meskipun banyak orang yang ingin memperistrinya,
dia lebih senang tetap menjanda. Ia sudah bertekad ingin menumpahkan segala
kasih sayangnya hanya kepada anak-anaknya saja, ia tak tega anak-anaknya
berayah tiri.
Kecantikan Lindung Bulan didengar oleh Raja
Angek Garang, Penguasa Negeri Terusan Cermin. Raja ini terkenal garang (kejam),
seperti namanya. Dia ingin memperistri Lindung Bulan yang sudah terkenal akan
kecantikannya. Oleh karena itu, dia memerintahkan para hulubalang yang dipimpin
oleh Palimo Tadung untuk menjemput Lindung Bulan.
"Ampun Tuanku, bagaimana jika janda
itu menolak ?" tanya Palimo Tadung.
"Bodoh !" bentak Raja Angek
Garang. "Jika menolak dibawa dengan baik-baik, harus dibawa dengan paksa. Jangan
sampai tugasmu gagal !"
"Ampun Tuanku, titah Tuanku segera
kami laksanakan !"
"Gila kamu ! Jangan hanya banyak
bicara. Cepat pergi ke rumah Lindung Bulan. Aku sudah tak sabar untuk bersanding
dengan wanita cantik itu."
Hari itu juga, Palimo Tadung bertandang ke
rumah Lindung Bulan. Ia membawa kendaraan khusus milik Raja Angek Garang yaitu
semacam kuda yang bisa terbang. Palimo Tadung mula-mula membujuk Lindung Bulan dengan
aneka janji yang muluk-muluk, agar janda itu bersedia diperistri Raja Angek
Garang.
Namun, segala usahanya sia-sia belaka.
Lindung Bulan tetap bersikeras ingin mengasuh anaknya saja. Demikianlah karena
janda itu tidak mau dibawa dengan baik-baik, maka Palimo Tadung dan para prajurit
menculiknya dengan paksa. Putri Lindung Bulan dibawa naik kuda terbang ke Istana
Raja Angek Garang.
Karena menolak menikah dengan raja itu,
Lindung Bulan dimasukkan ke penjara. Bertahun-tahun, Lindung Bulan dikurung
dalam penjara tanpa kabar berita. Rambun dan Reno pun tumbuh menjadi remaja
yatim piatu.
Pada suatu hari, Rambun pergi untuk mencari
balam (Burung Tekukur). Tiba-tiba, dia bertemu dengan seorang pemburu yang
sedang berteduh di balik semak belukar. Namanya Alang Bangkeh. Setelah
berbincang-bincang, pemburu itu mengetahui bahwa Rambun adalah anak Lindung
Bulan.
Kemudian, Alang Bangkeh menceritakan keadaan
Lindung Bulan yang telah bertahun-tahun ditawan oleh Raja Angek Garang. Alang
Bangkeh mengetahui keadaan Lindung Bulan, karena ia sering berkelana menjelajahi
berbagai negeri.
Sejak hari itu, Rambun sering termenung dan
sering marah-marah. Kakaknya menjadi bingung dan akhirnya ia bertanya, mengapa
adiknya bertingkah seperti itu. Kemudian, Rambun menceritakan apa yang
didengarnya dari Alang Bangkeh.
Rambun sangat menyesalkan tindakan kakaknya,
karena tidak memberitahu peristiwa yang menimpa ibunya. Sejak saat itu, Rambun
tekun belajar silat dan menuntut ilmu demi membebaskan ibunya. Akhirnya, Rambun
memutuskan untuk pergi dan Reno tidak mampu mencegahnya. Dia menyediakan perlengkapan
dan bekal untuk perjalanan adiknya.
Dengan perasaan sedih, dia melepaskan
Rambun pergi. Reno berkata, "Aduhai, adikku Rambun Pamenan ! Selama ini,
aku yang merawat dan menjagamu. Bagaimana nanti jika kau sendirian ?"
"Memang aku masih muda, tetapi aku
seorang laki-laki. Kakak tidak perlu cemas," jawab Rambun menguatkan hati kakaknya.
Semua orang tahu bahwa Negeri Terusan
Cermin berada di seberang hutan belantara. Akan tetapi, tidak ada yang tahu di
seberang hutan belantara yang mana negeri itu berada. Meskipun demikian, tekad
Rambun telah bulat untuk membebaskan ibunya.
Kakaknya sering berkata bahwa setiap
cita-cita yang luhur, bagaimana pun sukarnya akan dapat diraih dengan kerja
keras dan sungguh-sungguh. Kata-kata itulah yang selalu menjadi pegangannya.
Reno mengiringi kepergian adiknya itu dengan panjatan do'a yang terus-menerus
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sementara itu, Rambun telah menjelajahi
hutan belantara. Karena perjalanan yang jauh dan sukar, bekalnya habis dan ia
kewalahan juga kelaparan, sehingga akhirnya membuat Rambun jatuh sakit.
Pada
saat itulah, Rambun merasa Reno seperti mengirimkan ramuan penangkal lapar
berupa sebungkus nasi dan sebutir telur rebus. Ramuan itu dibawa oleh balam berwarna
tembaga, mainan kesayangan Rambun.
Kejadian itu berlangsung beberapa kali
sampai Rambun tiba di sebuah ladang di tepi hutan. Rambun menumpang pada orang
tua pemilik ladang, Rambun ingin memulihkan badannya yang sangat letih setelah
melewati hutan belantara. Akan tetapi, dia juga ikut berladang.
Rambun bekerja keras di ladang itu,
sehingga pemilik ladang kagum kepadanya. Malamnya, ketika berdiang di dekat api
unggun sambil membakar ubi, peladang itu bertanya, "Kau masih muda,
mengapa sampai ke sini ?”
Rambun kemudian menceritakan apa maksud dan
tujuannya berkelana. Ia juga menceritakan pengalamannya saat menempuh hutan belantara.
Setelah mendengar cerita Rambu, orang tua itu memberi tahu bahwa Rambun telah
menempuh hutan yang salah.
Katanya, "Seharusnya kau menempuh
hutan sebelah barat, Nak. Akan tetapi, tak apalah. Tuhan yang Menghendaki
supaya kita bertemu."
Keesokan harinya, Rambun tetap bekerja
seperti biasanya. Ia belum berkeinginan untuk meninggalkan ladang itu meskipun
telah dipersilahkan oleh si pemilik ladang. Tidak sia-sia Rambun tinggal di sana,
ubi dan jagung yang ditanamnya sudah dapat dipanen. Tanah digemburnya sudah bisa
untuk ditanaminya lagi. Setelah itu, barulah dia pamit ke peladang.
Peladang tua itu memberi Rambun sebatang
tongkat. Katanya, "Gunakanlah dalam perjalanan. Namanya Tongkat Manau
Sungsang. Tongkat ini akan berguna nanti."
Rambun kemudian berjalan melintasi hutan
belantara yang ditunjukkan oleh peladang tua itu. Setelah lama dia berjalan,
tiba-tiba ia melihat seekor ular besar yang sedang melilit orang. Pada awalnya,
dia merasa takut. Ular itu terlalu besar, sehingga orang yang dibelit seakan
tak bisa bernafas lagi. Rambun merasa kasihan dan ingin menolong orang itu.
Tetapi bagaimana caranya ia menolong ?
Namun, ketika ingat soal Tongkat Manau Sungsang pemberian si peladang tua,
akhirnya Rambun memberanikan diri untuk mendekat dan memukul kepala ular itu sekuat
dengan tenaga sehingga lilitannya lepas. Ular itu pun mati seketika akibat
pukulan keras tersebut.
Ternyata, orang yang dililit ular itu
adalah seorang perimba yang tertidur dan tak sadar ketika ular datang
melilitnya.
"Terima kasih anak muda. Kau telah
menyelamatkan nyawaku," kata orang itu.
"Sebenarnya kau ini hendak kemanakah ?"
"Saya hendak ke Negeri Terusan
Cermin." jawab Rambun.
Al Kisah, perimba itu ternyata mempunyai
kemampuan luar biasa, ia bisa berlari cepat bagaikan burung garuda dan menerbangkan
Rambun ke Negeri Terusan Cermin, tempat Raja Angek Garang berkuasa. Perjalanan
yang sangat jauh ditempuhnya dalam sekejap mata. Rambun diturunkan di tepi
dusun.
Rambun merasa sangat lapar ketika tiba di
dusun itu. Didatanginya sebuah kedai nasi (lepau). Tak ada orang lain di tempat
itu selain seorang wanita pemilik lepau. Dia sedang bernyanyi untuk mengisi
waktu.
Setelah masuk ke lepau itu, Rambun berkata,
"Ibu, aku lapar sekali, tetapi aku tidak mempunyai uang. Berilah aku
pekerjaan apa saja untuk membayar nasi." Karena iba, wanita itu memberi
makanan dengan cuma-cuma.
Untuk membalas kebaikannya, Rambun bekerja
di lepau itu. Tidak henti-hentinya Rambun bekerja keras untuk pemilik lepau
itu. Ia menyediakan kayu bakar dan memperbaiki bagian-bagian rumah yang sudah
rusak. Oleh karena itu, suami-istri pemilik lepau mengaguminya.
Pada waktu luang, dia segera mengunjungi Negeri
Raja Angek Garang. Ia mempelajari seluk-beluk negeri itu untuk mengetahui di
mana ibunya ditahan. Akhirnya, semua pekerjaannya selesai dan Rambun meminta
izin kepada suami istri pelepau itu. Hati kedua pelepau itu sedih berpisah dengan
Rambun.
Mereka memberikan Rambun sepasang baju untuk
mengganti baju Rambun yang telah usang dan robek. Setelah sampai di Negeri
Terusan Cermin, Rambun segera mencari penjara tempat ibunya ditahan. Tujuh
orang hulubalang, berjaga-jaga di sana. Rambun berkata kepada salah satu di
antaranya bahwa dia ingin menemui wanita yang ditawan di dalam penjara itu.
Orang hulubalang itu tertawa
terbahak-bahak. Dipanggilnya teman-temannya dan berkata, "Hai,
kawan-kawan. Lihat, anak kecil ini mau membuat masalah."
Seseorang hulubalang mengangkat Rambun dan
ia melemparkannya ke temannya yang lain.
Selanjutnya, Rambun dipermainkan oleh
mereka. Setelah letih, mereka melempar Rambun ke tanah dan kemudian ditendanginya.
Lama-lama hilang kesabaran anak muda itu, Rambun memukulkan tongkat Manau
Sungsang, sehingga mereka lari kesakitan.
Saat itulah, Rambun mengetahui bahwa Manau
Sungsang adalah tongkat sakti. Melihat anak buahnya tak berdaya, Palimo Tadung datang
dengan marah. Ketika Palimo Tadung mencabut pedangnya, Rambun mendahului
memukulkan tongkatnya, pukulan Rambun ternyata mengenai kepala Palimo Tadung sehingga
tewas.
Peristiwa itu disampaikan hulubalang kepada
Raja Angek Garang. Raja Angek Garang menjadi sangat marah. Ia mencabut
pedangnya dan menusukkannya ke salah seorang hulubalang hingga tewas. Hulubalang
yang lain lari tunggang-langgang melihat keamukan sang raja garang itu.
Dengan pedang berdarah terhunus, Raja Angek
Garang menyerbu Rambun. Raja itu sangat marah. Ayunan dan tusukan pedangnya menyambar-nyambar.
Ketika Rambun memukulkan tongkatnya,
ternyata kesaktian tongkat itu tidak mempan. Raja terus menyerang sedangkan
Rambun berpikir bahwa kesaktian lawannya pasti terletak pada pedangnya.
Oleh karena itu, ketika Raja Angek Garang rnengangkat pedangnya tinggi-tinggi, Rambun melompat dan memukul pedang itu. Pedang itu terlepas dari tangan Raja Angek Garang.
Oleh karena itu, ketika Raja Angek Garang rnengangkat pedangnya tinggi-tinggi, Rambun melompat dan memukul pedang itu. Pedang itu terlepas dari tangan Raja Angek Garang.
Setelah kehilangan pedang, gerakan silat
Raja Angek Garang menjadi lamban. Walau demikian, gebukan tongkat Rambun tidak membuatnya
jera atau kesakitan. Rambun cukup cerdik, ia memukul semua anggota tubuh raja
bengis itu dari pinggang, perut kaki dan akhirnya pada bagian atas kepala.
Raja Angek Garang mendadak menjerit keras
dan jatuh hingga tewas.
Orang-orang yang menyaksikan pertarungan
itu bersorak gembira. Raja Angek Garang yang kejam itu telah mati. Rambun memerintahkan
mereka untuk membuka pintu penjara dan membebaskan semua tawanan. Rambun pun
masuk ke dalam penjara. Ditemuinya Lindung Bulan yang keadaannya terikat pada
rantai. Badannya kurus dan matanya cekung.
Keadaannya sangat berbeda dengan cerita
Reno Pinang yang mengatakan bahwa ibunya sangat cantik. Rambun memeluk ibunya
dengan erat. Sambil menangis, dia mengatakan bahwa dialah Rambun Pamenan, si
bungsu yang ditinggal ketika masih bayi. Keduanya berangkulan dan menangis
karena haru bercampur bahagia.
"Anakku, kau anakku sendiri ? Si
Rambun Pamenan ?"
"Beñar Bu… ! Akulah putra bungsumu !"
Menurut cerita, setelah Raja Angek Garang
mati, rakyat negeri itu meminta Rambun untuk menjadi raja. Akan tetapi, Rambun
tidak bersedia menjadi raja di negeri asing.
Ia berkata kepada rakyat negeri itu,
"Tujuanku kemari hanyalah ingin berbakti kepada ibuku, untuk membebaskannya dari tawanan Raja Angek Garang. Kini tujuanku telah tercapai. Aku akan kembali ke kampung halamanku sendiri, karena di sana juga ada orang yang sangat kusayangi.”
Rambun kemudian membawa ibunya, Lindung
Bulan kembali ke kampung halamannya. Mereka bersatu kembali dengan Reno Pinang.
Rambun memang tidak berjuang demi menjadi raja. Ia hanya ingin berbakti kepada
ibunya dan membasmi kejahatan.
Semoga cerita rakyat di atas bisa membantu kamu terkait hikmah pelajaran yang bisa kamu petik, dan dapat menambah wawasan pengetahuan yang memenuhi asupanmu. Jika ada pertanyaan, silahkan ditulis pada kolom komentar dibawah ini.Pelajaran yang bisa kamu petik dari Kisah Putri Lindung Bulan dan Rambun Pamenan – Legenda Aceh, yaitu menjaga kesucian diri sendiri, berbudi pekerti, kesederhanaan, akhlak terpuji, patuh, setia dan sayang kepada orang tua, menolong orang lain, keikhlasan, rela berkorban demi menjaga orang tua/keluarga, jangan meremehkan orang lain, jangan bersikap kejam dan sewenang-wenang saat menjadi pemimpin.