Legenda Putri Fatima dan Putra Raja Sungai (Persia)
Di Persia, pada zaman dahulu memerintah
seorang Syah yang perkasa. Selain kaya raya, Syah juga memiliki pasukan
pengawal yang hebat. Kebijaksanaannya membuat rakyat hidup makmur dan
kecintaannya pada seni membuat ibu kota kerajaan menjadi suatu kota yang sangat
indah.
Suatu hari, ada seorang pengembara yang
memasuki kota. Pakaian pengembara itu compang-camping, kakinya penuh luka, dan
nampaknya ia sangat kelaparan.
Satu-satunya yang ada dalam pikiran
pengembara itu ialah bagaimana ia mendapatkan sesuap nasi untuk mengganjal
perutnya yang keroncongan itu.
Ketika ia sedang berjalan dengan
terseok-seok, dilihatnya sebutir batu merah berkilau di balik pasir jalanan.
Dipungutnya batu itu, lalu disimpannya. Barangkali nanti bisa ditukarkan dengan
sebungkus nasi, pikir pengembara itu.
Pengembara itu terus berjalan sampai
akhirnya, ia tiba di pintu gerbang istana. Tempat yang tepat untuk menjual batu
berharga temuannya itu. Dia bertanya pada seorang penjaga, bagaimana agar ia
bisa bertemu dengan kepala juru masak istana.
“Mengapa kau ingin bertemu denganku, hai
Pengembara ?” tanya kepala juru masak dengan sopan dan sabar.
“Aku menemukan sebutir batu berwarna merah
delima yang indah,” sahut pengembara itu. “Maukah anda menukarkannya dengan sebungkus
nasi ?”
Diulurkan batu merah itu kepada kepala juru
masak yang kemudian mengamatinya dengan seksama. Ternyata, ia tahu dan mengerti
sedikit tentang batu mulia. Akhirnya dengan sungguh-sungguh, ia berkata :
“Wah, ini permata yang sangat indah. Harganya
tentu saja jauh lebih tinggi dibanding dengan sebungkus nasi. Aku yakin, Syah
akan bersedia membelinya. Cobalah kau menghadap beliau.”
Pengembara itu terpana mendengar keterangan
Kepala Juru Masak. Sama sekali tak diduganya kalau batu yang ditemukannya di
jalan itu bernilai tinggi. Tapi bagaimana ia harus menemui Syah, karena tak
sembarang orang dapat menemuinya. Ya…, kalau Syah berkenan menerimanya, kalau
tidak? Pikir pengembara itu.
Akhirnya, Syah mendengar laporan mengenai
seorang pengembara yang mondar-mandir di luar tembok istana sambil bercerita
tentang batu merah delima yang ditemukannya. Syah memang gemar mengumpulkan
permata, apalagi permata yang berwarna merah. Kemudian, Syah memerintahkan
pengawal untuk membawa pengembara itu menghadapnya.
Dengan sedikit gemetar, pengembara itu
membungkuk dalam-dalam di depan singgasana Syah yang megah. Diulurkan permata
yang dibawanya sambil dahinya menyentuh lantai.
Melihat keindahan permata itu, Syah merasa
kagum sambil menganga. Tanpa ditawar-tawar lagi, pengembara itu dianugerahi
sekantong uang emas sebagai penukar permatanya. Kemudian, Syah menyimpan
permata itu di dalam kotak permata.
Setelah pengembara itu meninggalkan istana,
Syah kembali sibuk mengurusi kerajaannya, permata itu seolah-olah sudah terlupakan
olehnya.
Waktu istirahat, Syah teringat akan
permatanya yang baru diperoleh dari pengembara itu. Diambilnya permata itu dari
dalam kotak untuk dikagumi keindahannya. Tetapi, betapa terkejutnya Baginda,
ketika permata itu menghilang dari tangannya, dan sebagai gantinya muncul
seorang pemuda tampan di hadapannya.
“Anda siapa ?, dan datang dari mana ?”
tanya Syah setelah rasa kagetnya mulai hilang.
“Aku Pangeran Ruby,” jawab pemuda itu
sambil tersenyum. “Hanya itu saja yang bisa kukatakan.”
Mendengar jawaban itu, Syah merasa
tersinggung. Permatanya yang berharga kini telah lenyap dan sekarang di
hadapannya, berdiri seorang pangeran muda yang tak mau menjawab pertanyaannya.
“Baiklah,” kata Syah. “Aku tak akan
bertanya-tanya lagi”
Dengan cerdik, kemudian Syah berkata lagi
dengan ramah, “Izinkanlah aku menghadiahkan sebuah pedang emas yang sesuai
untukmu, dan sebagai gantinya, maukah kau berbuat sesuatu untukku ?”
Dalam beberapa bulan ini, seekor naga
raksasa berkeliaran di luar benteng istana. Naga memangsa rakyat yang tak
berdaya. Syah merasa kewalahan dengan naga itu. Banyak sudah yang mati
berkorban dari kalangan pengawal dan perwira demi menghabisi naga itu, tetapi
semuanya itu nihil alias tak berhasil.
Akhirnya, Syah membuat perjanjian dengan
sang naga. Sekali sebulan, Syah harus menyerahkan seorang anak muda yang sehat
untuk dijadikan mangsa. Syah ingin sekali mengakhiri keganasan naga itu, tetapi
ia tak berdaya. Maka, ia membuat pengumuman, barang siapa yang dapat membunuh
naga itu akan dinikahkan dengan putrinya yang cantik.
Sementara itu, Fatima, seorang putri
kesayangan Syah kelihatannya akan jadi perawan tua. Mengapa ? Karena naga itu
makin merajalela, dan tak ada seorang pun yang berani membinasakan naga
tersebut.
Maka dalam hati Syah mulai berpikir,
barangkali Pangeran Ruby ini akan dapat menolongnya untuk membunuh naga raksasa
yang ganas itu.
“Maukah kau menolongku untuk membunuh
seekor naga yang sangat buas ? Jika kau berhasil, kau boleh menikah dengan
putriku,” kata Syah dengan tersenyum.
“Tentu,” jawab Pangeran Ruby. “Aku akan
senang jika bisa menolongmu.”
Pangeran Ruby segera berangkat ke pinggir
sebuah hutan, karena di dalam hutan itu terdapat sang naga yang sedang
bersembunyi. Suasana dalam hutan itu masih sepi dan Pangeran Ruby duduk menunggu
di bawah sebatang pohon.
Waktu pun berlalu, tak terjadi apa-apa.
Dibuai angin semilir membuat Pangeran Ruby tertidur dengan pulas. Tiba-tiba,
terdengar gaung suara yang mengerikan. Naga itu keluar dari sarangnya. Bentuk
naga itu sangat menakutkan, hidungnya mengeluarkan asap, mulut dan matanya
menyemburkan api. Tanpa menunda waktu lagi, Pangeran Ruby langsung meloncat dan
mengayunkan pedangnya.
Terjadi pertempuran sengit dan seru. Mereka
berkelahi seharian. Akhirnya, naga itu pun tewas. Pangeran Ruby memotong kepala
naga itu untuk dibawa ke istana sebagai persembahan bukti. Syah menepati sesuai
janjinya. Pangeran Ruby dinikahkan dengan Putri Fatima. Untuk beberapa lama,
pengantin baru itu hidup bahagia, sampai akhirnya Putri Fatima tak dapat menahan
rasa ingin tahunya.
“Aku tak tahu, siapakah kau sebenarnya,”
kata Putri Fatima kepada suaminya. “Ceritakanlah tentang dirimu, Pangeran.”
Wajah Pangeran Ruby tiba-tiba menjadi pucat pasi mendengar pertanyaan istrinya.
“Aku tak mungkin menjawabnya, dinda,” bisiknya dengan lirih. “Jangan bertanya
soal diriku, kau nanti akan kehilangan diriku.”
Tetapi Putri Fatima tak mau mendengar
ucapan suaminya. Dia terus bertanya-tanya tentang hal itu. Pada suatu hari,
ketika mereka berdua sedang berjalan-jalan menyusuri di tepi sungai, Putri Fatima
sekali lagi merengek-rengek mengulang pertanyaannya tersebut.
Tiba-tiba tanpa diduga, air sungai
menggelegak, sebuah gelombang air menyapu tepian sungai, menyeret, serta
menggulung tubuh Pangeran Ruby. Setelah itu, Sang Pangeran menghilang tanpa
berbekas sedikit pun.
Putri Fatima mencari-cari suaminya, namun
tak ditemuinya. Kemudian, Syah pun juga ikut membantu anaknya dengan
memerintahkan para pengawal untuk menyisir sepanjang tepian sungai dan juga
menyelam ke dalam air sungai agar bisa menemukan Pangeran Ruby yang hilang
ditelan air sungai.
Putri Fatima merasa sedih sekali, hatinya
sangat merana. Tak henti-hentinya, ia menangis tersedu-sedu menyesali dan
menyalahkan dirinya karena dia sendiri yang menyebabkan suaminya hilang.
Waktu pun sekian lama telah berlalu, namun
Pangeran Ruby masih belum juga ditemukan. Dan, pada suatu hari seorang dayang
menghadap ke Putri Fatima sambil mengadukan sesuatu tentang apa yang
dilihatnya.
“Putriku yang mulia, semalam tadi hamba tak
bisa tidur. Lalu, hamba berjalan-jalan ke tepi sungai. Tiba-tiba, hamba
dikejutkan oleh munculnya segerombolan orang kerdil yang membuat permadani dari
bunga-bunga. Kemudian, muncul segerombolan yang lain sedang mengangkat sebuah
singgasana emas yang diletakkan di atas permadani tersebut.”
“Tiba-tiba, air sungai terbelah,” lanjut
dayang itu. “Dari sana muncul arak-arakan yang anggun.
Seorang pria lanjut usia
dituntun oleh seorang pemuda yang mengenakan permata merah besar sekali di
bagian sorbannya. Lelaki tua itu duduk di atas singgasana, sedangkan para
pengawalnya menari-nari. Pemuda ikut pun menari, tapi tampaknya ia merasa tidak
gembira. Wajahnya beku dan pucat pasi.”
“Pemuda itu pasti suamiku, Aku yakin
sekali,” teriak Putri Fatima tiba-tiba.
Akhirnya, Putri Fatima memutuskan untuk
pergi mengintai ke sungai hanya ditemani oleh dayang-dayangnya. Tepat tengah
malam, air sungai mulai terbelah dan orang-orang kerdil segera bermunculan.
Mereka seperti biasa menggelar permadani bunga dan menggotong singgasana emas di
atas bahu mereka.
Kemudian, muncullah arak-arakan yang
anggun. Putri Fatima sangat terkejut melihat suaminya ada di antara mereka, dan
wajahnya tampak sangat pucat serta tubuhnya sangat kurus. Putri Fatima tetap
bersembunyi dan terus mengawasi. Lelaki tua itu menyuruh para pengawalnya
menari.
Putri Fatima maju ke depan, dan menari
dengan lemah gemulai di atas permadani yang terbuat dari anyaman bunga-bunga.
“Luar biasa !” puji lelaki tua itu saat
melihat tariannya. “Akan kukabulkan permintaanmu,” ucapnya.
“Kembalikan suami hamba,” pinta Putri
Fatima sambil menunjuk ke arah pemuda yang berwajah pucat pasi itu.
“Dia adalah putraku, Pangeran Ruby, dan aku
adalah Raja Sungai,” kata orang tua itu. “Fatima, hukuman yang kau terima sudah
cukup. Kini kukembalikan suamimu kepadamu.”
Dalam sekejap, lenyaplah Raja Sungai
beserta para pengawalnya. Kini tinggal berdua Putri Fatima bersama suaminya
Pangeran Ruby. Sejak saat itu, Putri Fatima tak pernah lagi bertanya-tanya
mengenai identitas suaminya. Pangeran Ruby dan Putri Fatima hidup bahagia di
Kerajaan Persia selama-lamanya.
Pelajaran yang bisa kamu petik dari Legenda Putri Fatima dan Putra Raja Sungai, yaitu jika kita menempatkan sesuatu pada tempat yang benar, maka hal itu akan dipandang bernilai/berharga bagi orang lain, gagah berani demi menumpaskan kejahatan, kita harus menjaga dan menghargai privasi orang lain.
Semoga kisah dongeng di atas bisa membantu
kamu terkait pelajaran yang bisa kamu petik, dan dapat menambah wawasan
pengetahuan yang memenuhi asupanmu. Jika ada pertanyaan, silahkan ditulis pada
kolom komentar dibawah ini.
Sumber : Buku "Kumpulan Dongeng Anak
Sedunia" karangan MB. Rahimsyah AR.